Laman

Sabtu, 02 Januari 2010

Tak lama mengalir kembali kisah tentang satu bintang yang menawan....

Saat pertama kalinya sang bapak bercerita tentang sajak cinta yang melukis hari-hari bersama ibu. Cerita itu pun mengalir bagai gerimis hujan meluruh deras seiring waktu.

”Ibumu adalah cahaya bintang untuk Bapak. Sampai kapanpun…” pelan Bapak berkata.

Lalu… tak lama mengalir kembali kisah tentang satu bintang yang menawan. Kisah itu bagai dongeng tidur. Membuat yang mendengarnya terayun lembut dalam gambaran imaji masing-masing diri. Membentuk warna-warni, membayangkan seperti apa saat itu. Sama seperti Sekar yang mencoba menerka, tentang bapak, ibu, dan kisah satu bintang hati. Ya… hati sang bapak.

“Ibu adalah bintang yang Bapak cari… awalnya, Bapak mengira, sang bintang adalah kali pertama Bapak mengercap mata dan dengan penuh kesadaran memandang langit. Menemukan satu bintang benderang yang mempesona. Lantas Bapak jatuh cinta. Untuk yang pertama kali… namun sering kali itu salah. Dan yang pertama, mungkin saja hanya mempesona, namun bukan milik Bapak.” lanjutnya bercerita.

Setetes air mata melebur... diam-diam meramu kisah ini menjadi haru. Atau mungkin lagu biru hati ini yang membuat hati Bapak kian mendung, entahlah…

“…tenyata bintang itu harus dicari cah ayu... Bintang itu tak hadir dengan sendirinya, seujug-ujug mempesonamu, kali pertama kau melihatnya. Karena mungkin itu hanya tipuan semata. Dan bintangmu yang sebenarnya ialah peleburan antara ikhtiar dan doa, jawaban Tuhan yang kau tahu disaat yang tepat.” Bapak kembali mengkisah.

Sekar tahu, Bapak tak hanya berkisah kala itu. Ia berpesan. Memberiku bekal perjalanan untuk menemukan sang bintang hati. Bukan, bukan seperti yang kita inginkan. Bukan seperti yang pertama kali dilihat mata, lantas jatuh ke hati. Bukan perasaan yang berkecamuk bertahun-tahun lamanya. Bukan penantian. Bukan semuanya. Tetapi sebuah asa yang kau titipkan pada Sang Pemilik Cinta, yang selalu kau sertai dalam setiap doa, yang kau mohonkan petunjuk, yang kau ikat dengan lirih ayat-ayat rabitah, lalu kau cari... dan itu lah bintangmu. Bintang yang akan selalu bersinar, tak hanya sekerjap mata, tak hanya saat kau masih cantik dan kaya. Cahayanya, akan selalu benderang walau kau tengah lapuk oleh peluh dan jatuh saat rodamu di bawah.

Cahaya itu, akan membuatmu bangkit kembali. Saat kau merasa letih dengan liku kehidupan. Di tengah derai air mata dan terjal aral serta rintang. Bahkan saat kau tertawa riang, di tengah rinai-rinai gelak dan semerbak wangi canda, berhiaskan warna-warni pelangi. Cahaya itu pun kian mempesona…

“percaya lah… saat Tuhan menjawabnya, itu lah yang terbaik untukmu. Bintang hatimu yang sesungguhnya…”

Dan biru pagi ini berakhir dengan buliran air mata yang memaksa keluar dari pelupuknya. Menawarkan sejuta ketentraman. Pertanda beban telah terbagi dengan Sang Pemilik Cinta. Kini… di relung, telah kuselipkan doa, telah kubisikkan makna, dan kupatrikan asa. Tuhan, kutitipkan ia padaMu, yang tak kan pernah menyia-nyiakan titipan hambaNya. Dan kumohon, kembalikan lah ia padaku jika saatnya telah tiba. Saat Kau menjawab pertanyaan itu, dan ku tengah siap mendengarnya…

Luar biasa tulisan dr seorng sahabat "NurRahmah Hanifah"
****************************************************

Tidak ada komentar: